I. Faktor Pribadi
Setiap anak berkepribadian khusus. Keadaan khusus
pada anak bisa menjadi sumber munculnya berbagai perilaku menyimpang.
Keadaan khusus ini adalah keadaan konstitusi, potensi, bakat, atau sifat
dasar pada anak yang kemudian melalui proses perkembangan, kematangan,
atau perangsangan dari lingkungan, menjadi aktual, muncul, atau
berfungsi.
-
Seorang anak bisa bertingkah laku tertentu sebagai bentuk pelarian-pelarian karena ia mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran-pelajaran di sekolah. Kesulitan ini bersumber pada kemampuan dasar yang kurang baik, di mana taraf kemampuannya terletak di bawah rata-rata. Pelajaran yang dalam kenyataannya terlalu berat bagi anak, menjadi beban yang menekannya sehingga ia selalu berada dalam keadaan tegang, tertekan, dan tidak bahagia.Sehubungan dengan masalah pelajaran ini, perasaan-perasaan tertekan dan beban yang tidak sanggup dipikul juga dapat timbul karena berbagai hal yang lain seperti berikut ini.
-
Tuntutan dari pihak orang tua terhadap prestasi anak yang sebenarnya melebihi kemampuan dasar yang dimiliki anak. Berbagai ungkapan yang sebenarnya keliru sering terdengar dari orang tua, seperti: "Sebenarnya anak saya tidak bodoh, tetapi ia malas" atau "Saya tidak mengharap anak saya mendapat angka 9, asal cukup saja, karena ia sebenarnya bisa."
-
Tuntutan terhadap anak agar ia bisa memperlihatkan prestasi-prestasi seperti yang diharapkan orang tua. Pada kenyataannya, anak tidak bisa memenuhinya karena masa-masa perkembangannya belum siap untuk bisa menerima kualitas dan intensitas rangsangan yang diberikan. Hal ini sering terjadi pada anak di bawah umur.
-
Tekanan dari orang tua agar anak mengikuti berbagai kegiatan, baik yang berhubungan dengan pelajaran-pelajaran sekolah maupun kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan pengembangan bakat dan minat. Seorang anak memperlihatkan sikap-sikap negatif terhadap pelajaran karena ia harus bersekolah di dua tempat: di sekolah biasa dan di tempat guru khusus yang waktu belajarnya bahkan lebih lama dari sekolah biasa daripada di sekolah biasa.
-
Kekecewaan pada anak karena tidak berhasil memasuki sekolah atau jurusan yang dikehendaki dan yang tidak dinetralisasikan dengan baik oleh orang tua. Atau kekecewaan pada anak karena ia tidak berhasil memuaskan keinginan-keinginan atau harapan-harapan orang tua. Kekecewaan yang berlanjut pada penilaian bahwa harga dirinya tidak perlu dipertahankan karena orang tua tidak mencintainya lagi.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa masalah yang berkaitan dengan masalah sekolah, masalah belajar, prestasi, dan potensi (bakat) bisa menjadi sumber timbulnya berbagai tekanan dan frustrasi. Hal tersebut dapat mengakibatkan reaksi-reaksi perilaku nakal atau penyalahgunaan obat terlarang. -
-
Seorang anak bisa memperlihatkan perilaku sikap menentang, sikap tidak mudah menerima saran-saran atau nasihat-nasihat orang lain, dan sikap kompensatoris. Kesemuanya itu bisa bersumber pada keadaan fisiknya (misalnya ada kekurangan atau cacat) yang berbeda sekali dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Dalam hal ini, mudah timbul perasaan tersisih, kurang diperhatikan, dan tidak bahagia. Suatu keadaan yang mengusik kebahagiaannya dan mudah muncul berbagai reaksi perilaku negatif.
-
Seorang anak bisa memperlihatkan perilaku yang merepotkan orang tua dan lingkungannya dengan berbagai perilaku yang dianggap tidak mampu menyesuaikan diri. Sumber penyebab hal ini adalah tuntutan-tuntutan yang berlebihan, keinginan-keinginannya yang harus dituruti, dan tidak lekas puas terhadap apa yang diperoleh atau diberikan orang tua. Semua hal tersebut memang mendorong munculnya sikap-sikap yang mudah menimbulkan persoalan pada anak dan tentunya juga sekelilingnya.
Dalam usaha menghadapi dan mengatasi masalah-masalah
seperti tersebut di atas, perlu dipahami dan dicari sumber
permasalahannya (dalam hal ini pada anak) untuk nenentukan
tindakan-tindakan selanjutnya yang tepat. Jika tidak segera diatasi,
hambatan-hambatan dalam perkembangan anak dan reaksi-reaksi perilaku
yang diperlihatkan dapat terus berkembang serta tidak mustahil akan
berlanjut menjadi nakal dan mendorong berbagai perbuatan yang tergolong
negatif. Penanganan masalah perilaku yang dilakukan seawal mungkin,
sangat diperlukan. Untuk ini, perlu kerja sama dari berbagai pihak,
termasuk guru atau pihak sekolah -- yang mengamati anak sekian jam
setiap hari --, lingkungan sosial anak, dan khususnya orang tua anak itu
sendiri.
II. Faktor Keluarga
Keluarga adalah unit sosial yang paling kecil dalam
masyarakat. Meskipun demikian, peranannya besar sekali terhadap
perkembangan sosial, terlebih pada awal-awal perkembangan yang menjadi
landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya.
Anak yang baru dilahirkan berada dalam keadaan lemah,
tidak berdaya, tidak bisa melakukan apa-apa, tidak bisa mengurus diri
sendiri, dan tidak bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Jadi,
ia tergantung sepenuhnya dari lingkungan hidupnya, yakni lingkungan
keluarga, dan lebih luas lagi lingkungan sosialnya. Dalam
perkembangannya, anak membutuhkan uluran tangan dari orang lain agar
bisa melangsungkan hidupnya secara layak dan wajar. Anak yang baru
dilahirkan bisa diibaratkan sebagai sehelai kertas putih yang masih
polos. Bagaimana jadinya kertas putih tersebut pada kemudian hari
tergantung dari orang yang akan menulisinya. Jadi, bagaimana kepribadian
anak pada kemudian hari tergantung dari bagaimana ia berkembang dan
dikembangkan oleh lingkungan hidupnya, terutama oleh lingkungan
keluarganya. Lingkungan keluarga berperan besar karena merekalah yang
langsung atau tidak langsung terus-menerus berhubungan dengan anak,
memberikan perangsangan (stimulasi) melalui berbagai corak komunikasi
antara orang tua dengan anak.
Tatapan mata, ucapan-ucapan mesra, sentuhan-sentuhan
halus, kesemuanya adalah sumber-sumber rangsangan untuk membentuk
sesuatu pada kepribadiannya. Seiring dengan tumbuh kembang anak, akan
lebih banyak lagi sumber-sumber rangsangan untuk mengembangkan
kepribadian anak. Lingkungan keluarga acap kali disebut sebagai
lingkungan pendidikan informal yang memengaruhi berbagai aspek
perkembangan anak. Adakalanya, hal ini berlangsung melalui ucapan-ucapan
atau perintah-perintah yang diberikan secara langsung untuk menunjukkan
apa yang seharusnya diperlihatkan atau dilakukan oleh anak. Adakalanya
pula, orang tua bersikap atau bertindak sebagai patokan, sebagai contoh
atau model agar ditiru. Kemudian, apa yang ditiru akan meresap dalam
diri anak dan menjadi bagian dari kebiasaan bersikap dan bertingkah
laku, atau bagian dari kepribadiannya. Berdasarkan hal-hal tersebut di
atas, orang tua jelas berperan besar dalam perkembangan kepribadian
anak. Orang tua menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar
kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian
seseorang setelah dewasa. Jadi, gambaran kepribadian yang terlihat dan
diperlihatkan seorang remaja, banyak ditentukan oleh keadaan serta
proses-proses yang ada dan yang terjadi sebelumnya. Lingkungan rumah,
khususnya orang tua, menjadi teramat penting sebagai tempat persemaian
dari benih-benih yang akan tumbuh dan berkembang lebih lanjut.
Pengalaman buruk dalam keluarga akan buruk pula diperlihatkan terhadap
lingkungannya. Perilaku negatif dengan berbagai coraknya adalah akibat
dari suasana dan perlakuan negatif yang dialami dalam keluarga. Hubungan
antarpribadi dalam keluarga, yang meliputi pula hubungan antarsaudara,
menjadi faktor penting yang mendorong munculnya perilaku yang tergolong
nakal.
Agar terjamin hubungan yang baik dalam keluarga,
dibutuhkan peran aktif orang tua untuk membina hubungan-hubungan yang
serasi dan harmonis di antara semua pihak dalam keluarga. Namun, yang
tentunya terlebih dahulu harus diperlihatkan adalah hubungan yang baik
di antara suami dan istri.
III. Lingkungan Sosial dan Dinamika Perubahannya
Lingkungan sosial dengan berbagai ciri khusus yang
menyertainya memegang peranan besar terhadap munculnya corak dan
gambaran kepribadian pada anak. Apalagi kalau tidak didukung oleh
kemantapan dari kepribadian dasar yang terbentuk dalam keluarga.
Kesenjangan antara norma, ukuran, patokan dalam keluarga dengan
lingkungannya perlu diperkecil agar tidak timbul keadaan timpang atau
serba tidak menentu, suatu kondisi yang memudahkan munculnya perilaku
tanpa kendali, yakni penyimpangan dari berbagai aturan yang ada.
Kegoncangan memang mudah timbul karena kita berhadapan dengan berbagai
perubahan yang ada dalam masyarakat. Dalam kenyataannya, pola kehidupan
dalam keluarga dan masyarakat dewasa ini, jauh berbeda dibandingkan
dengan kehidupan beberapa puluh tahun yang lalu. Terjadi berbagai
pergeseran nilai dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan yang
terjadi dalam masyarakat. Bertambahnya penduduk yang demikian pesat,
khususnya di kota-kota besar, mengakibatkan ruang hidup dan ruang
lingkup kehidupan menjadi bertambah sempit. Urbanisasi yang
terus-menerus terjadi sulit dikendalikan, apalagi ditahan, menyebabkan
laju kepadatan penduduk di kota besar sulit dicegah. Dinamika hubungan
menjadi lebih besar, sekaligus menjadi lebih longgar, kurang intensif,
dan kurang akrab. Dalam kondisi seperti ini, sikap yang menjadi ciri
dari kehidupan masyarakat yang padat: individualistis, kompetitif, dan
materialistis, amat mudah timbul. Sesuatu yang sebenarnya wajar, sesuai
dengan hakikat kehidupan, hakikat perjuangan hidup untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya dengan memenuhi kebutuhan paling pokok dari sistem
kebutuhan, yakni makanan.
Pengaruh pribadi terhadap pribadi lain di rumah, di
kantor, dan di mana saja yang memungkinkan hubungan yang cukup sering
terjadi, akan memengaruhi kehidupan pribadi, kehidupan dalam keluarga,
dan kehidupan sosialnya. Banyak kota yang sedang berkembang menjadi
tempat pertemuan, percampuran antara berbagai corak kebudayaan, adat
istiadat, termasuk bahasa dan sistem nilai sikap. Tidak mustahil dalam
keadaan seperti itu, muncul ketidakserasian dan ketegangan yang
berdampak pada sikap, perlakuan negatif orang tua terhadap anak, dan
lebih lanjut dalam lingkungan pergaulan. Lingkungan pergaulan anak
adalah sesuatu yang harus dimasuki karena di lingkungan tersebut seorang
anak bisa terpengaruh ciri kepribadiannya, tentunya diharapkan
terpengaruh oleh hal-hal yang baik. Di samping itu, lingkungan pergaulan
adalah sesuatu kebutuhan dalam pengembangan diri untuk hidup
bermasyarakat. Karena itu, lingkungan sosial sewajarnya menjadi
perhatian kita semua, agar bisa menjadi lingkungan yang baik, yang bisa
meredam dorongan-dorongan negatif atau patologis pada anak maupun
remaja.
Upaya perbaikan lingkungan sosial membutuhkan kerja
sama yang terpadu dari berbagai pihak, termasuk peran serta dari
masyarakat sendiri.
Rangkuman: Berbagai perilaku pada remaja sudah sangat
memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian kita semua. Mengenai ini,
beberapa hal dapat dikemukakan.
-
Timbulnya sesuatu masalah pada anak dan remaja sehingga memperlihatkan perilaku yang menyimpang, tidak selalu berupa rangkaian sebab akibat yang bersifat pionokausal -- satu sebab menyebabkan satu akibat -- melainkan lebih luas dan lebih kompleks, bukan saja multikausal tetapi berantai (dari satu sebab timbul akibat dan selanjutnya akibat ini menjadi sebab yang baru) atau melingkar (dari satu sebab timbul akibat dan selanjutnya akibat ini berpengaruh terhadap sebab semula). Karena itu, pada kasus-kasus tertentu diperlukan penanganan terhadap berbagai segi yang bermasalah secara serempak atau satu per satu dan acap kali diperlukan pula kerja sama dengan anggota-anggota keluarga lain dan bahkan bisa pula bekerja sama dengan tokoh atau ahli lain yang bekerja dalam tim dengan pendekatan terpadu.
-
Keluarga sebagai sumber stimulasi ke arah terbentuknya ciri kepribadian yang negatif, yang bisa berlanjut menyimpang dan nakal, perlu lebih aktif mengatur sumber stimulasi agar berfungsi positif. Karena itu, keluarga acap kali perlu memperoleh pengarahan dan bimbingan sesuai dengan fungsinya, namun usaha-usaha tersebut hendaknya tidak terlalu memerhatikan hal-hal yang bersifat kognitif, sebaliknya perlu memerhatikan hal-hal yang afektif. Dalam melaksanakan usaha-usaha aktif ini, beberapa hal perlu diperhatikan, yakni:
-
Pendekatan terpusat pada anak (child centered approach), yakni dasar adanya kekhususan pada anak, jadi berbeda antara seorang anak dengan anak lain. Berangkat dari keadaan khusus yang dimiliki oleh anak itulah (termasuk misalnya potensi yang khas), arah penanganan dilakukan.
-
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak hal diperlihatkan anak sesuai dengan keinginan, kebutuhan, dan caranya yang khas yang di pihak lain tentu banyak pula yang tidak sesuai atau tidak disetujui orang tua. Upaya mengubah perbuatan yang salah hendaknya mempergunakan dasar dalam proses pendidikan, antara lain sikap tegas, konsisten, bertahap, dan berulang-ulang.
-
Perlunya memerhatikan masa dan tahapan perkembangan karena sebenarnya setiap saat seorang anak berada dalam keadaan berubah dan kemungkinan untuk diubah. Hukum kesiapan (law of readiness) dalam proses belajar harus diterapkan agar apa yang ingin ditanamkan dapat diterima dan disimpan dengan baik dan menjadi bagian dari kepribadiannya.
-
Perubahan perilaku adalah proses yang terjadi secara bertahap, sedikit demi sedikit dan berulang-ulang, sesuai dengan hukum pengulangan (law of exercise) dalam proses belajar. Usaha mengubah perilaku anak membutuhkan kesabaran untuk mengulang-ulang (repetition - reinforcement) dan memperkuat apa yang baru diberikan agar menjadi bagian dari kepribadian dan kehidupannya (internalisasi).
-
Perlu memerhatikan teknik yang mendasarkan pada kasih sayang (love oriented technique). Bahwa banyak perubahan perilaku terjadi justru dengan teknik yang mendasarkan pada kelembutan dan kasih sayang. Teknik yang menyentuh emosi anak sehingga mau membukakan diri dan menuruti apa yang dikehendaki orang tua. Teknik ini bukan sikap memanjakan atau memperbolehkan semua tindakan atau perbuatan anak, tetapi cara pendekatan yang bisa meningkatkan perasaan diterima, dimengerti, sehingga emosinya lebih tenang, terkendali, harmonis, dan mudah menerima saran-saran, dorongan-dorongan untuk bertingkah laku atau sebaliknya menahan untuk tidak melakukan suatu tindakan.
-
Di samping usaha-usaha aktif, usaha-usaha menciptakan
suasana yang baik dalam keluarga adalah usaha lain untuk memengaruhi
kepribadian anak. Banyak hal yang berhubungan dengan perasaan senang
atau tidak senang, bahagia atau tertekan, sangat dipengaruhi oleh
suasana rumah yang tentunya diarahkan dan ditentukan oleh orang tua.
Cara orang tua menangani masalah, melakukan kebiasaan-kebiasaan, semua
menjadi objek, menjadi model, patokan yang sengaja atau tidak disengaja
ditiru oleh anak. Apalagi pada anak-anak yang sedang berada pada masa
peka untuk menerima rangsangan-rangsangan dari luar. Proses peniruan
tidak hanya terjadi terhadap hal-hal yang menarik untuk ditiru
(positif), namun juga, secara tidak disadari, terhadap hal-hal yang
negatif, misalnya terhadap perilaku agresif yang cocok dengan
keadaannya. Suasana emosi yang baik dalam keluarga bisa menjadi
penangkal yang ampuh munculnya perilaku yang tidak baik pada anak. Orang
tua menjadi pribadi-pribadi yang banyak menentukan suasana emosi dalam
keluarga.
-
Dalam usaha memperbaiki lingkungan keluarga dengan pribadi-pribadinya dan lingkungan sosial, perlu memerhatikan lingkungan hidup secara lebih luas dan menyeluruh dengan semua faktor yang memengaruhinya. Berbagai perubahan sesuai dengan dinamika kehidupan hendaknya tidak terlalu banyak menimbulkan kegoncangan, kepincangan, dan kesenjangan yang mudah sekali memengaruhi kondisi psikis pribadi maupun kelompok. Lingkungan hidup yang menekan akan menyebabkan ketidakselarasan, baik dalam diri pribadi (intrapsikis) maupun dengan lingkungannya sehingga menjadi ladang yang subur untuk tumbuhnya penyimpangan-penyimpangan perilaku. Pendekatan terpadu antara berbagai pihak yang menangani masalah ini sangat diperlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar